Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Sabtu, 22 Juli 2017

Lampu Neon (Part 2)

'Bangun... Bangun, matahari sudah tinggi, masak tidak malu! Teriak ibu membangunkan kami empat anak gadisnya yang sudah bangun pagi-pagi.
'Hhuuuaaahhh... Hei, aku terlambat sudah jam 06.00!" Dengan melempar selimutku, aku lari menuju kamar mandi yang tak jauh dari kamarku.
Suasana pagi di desa yang jauh dari keramaian dan hiruk pikuk kesibukan pekerja. Kami hanya mengenal kesibukan di sawah. Ayahku seorang petani sudah berangkat ke sawah sejak subuh, sedang ibu sibuk mengurus kami di rumah. Empat gadis dengan beda usia satu sampai dua tahun. Aku anak ketiga, kedua kakakku masih kuliah dan adikku masih SD. Kami hidup sederhana tetapi cukup membuat kami selalu bersyukur.
"Ibu, hati ini aku pulang sore ada kegiatan di sekolah." Dengan mencium tangan ibu, aku bergegas berlari mengejar bus langganan agar tidak terlambat sampai sekolah. Seragam putih abu-abu kebanggaanku membuat mantap melangkah.
"Pagi Bang!" Sapaku kepada kondektur bus langganan dengan sedikit senyum.
"Pagi Ra, tumben ceria banget wajahnya." Sambil mengatur penumpang agar tidak berjejal di depan pintu.
Hmmmm, sedikit senyum kecut mendengar ucapannya. Ahhh, sejak aku masuk SMA memang wajahku selalu ceria. Eits, tepatnya sejak bertemu dengan dia. Laki-laki bertubuh tinggi kurus, kulit putih, rambut cepak kecoklatan, dengan hidung yang gede he he. Laki-laki itu sudah menyita seluruh konsentrasiku tuk belajar. Aku hanya ingin melihatnya setiap hari.
"Thok thok, SMA turun!" Suara ketukan uang receh mengagetkanku dari lamunan. Segera turun dan berlari menuju kelasku.
"Pagi Rara." Sapa teman-teman saat aku melewati kelas II IPA. cukup kujawab dengan senyum dan melambaikan tanganku kepada mereka. Kakiku terus melangkah menuju kelas I IPA, tiba-tiba  ada rasa deg-degan sehingga langkahku menjadi pelan. Laki-laki itu sudah ada di depan kelasku. Hadew, bagaimana aku harus berjalan di depannya. Ahh, Kutata hatiku agar tidak gugup saat menyapanya.
"Pagi cantik, sayang tubuhmu mungil." Ledekan dia setiap kali bertemu denganku.
Kami semakin akrab, aku semakin mengaguminya, hampir tiap hari aku memperhatikannya. Entah perasaan apa yang ada di hatiku, yang jelas bunga selalu merekah dengan indahnya saat melihatmu. Canda tawa kita sering mengundang perhatian teman-teman. Aku sering memergoki kamu diam-diam memperhatikanku. Saat aku sedang duduk bersama teman-teman wanita kamu suka curi pandangan dari kejauhan.
Satu tahun aku mengenalmu tetapi tak ada perkembangan yang berarti. Kamu juga sering menghindar dariku. Meski aku masih sering melihatmu mencuri pandangan denganku, tetapi kamu tidak pernah menyapaku. Hanya saat ada tugas sekolah saja kita saling tegur sapa, ngobrol bersama, bercanda, dan bertanya kabar.
"Hei, disini rupanya, kucari-cari dari pagi." Seorang gadis cantik tinggi besar, berkulit sawo matang menarik lenganmu. Dia gadis idola di sekolah, dan ternyata merebut hatimu dariku. Wanita cantik nan anggun serasi denganmu yang gagah. Dengan perasaan sedih, aku harus menelan pahit karena bertepuk sebelah tangan. Aku ini lampu neon yang dibutuhkan orang saat sang mentari tenggelam. Aku yang tak  pandai bergaul membuat lawan bicaraku mudah bosan denganku. Meski harapanku kepadamu sangat besar tetapi dia lebih pantas untukmu. Seragam abu-abu yang akan menjadi saksi sebuah harapan dan perasaanku sampai kapanpun. Lampu neon tak kan pernah menjadi matahari.