Organisasi Profesi Guru

Presiden Jokowi memberi hormat kepada Guru-Guru se Indonesia.

Tema Gambar Slide 2

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Tema Gambar Slide 3

Deskripsi gambar slide bisa dituliskan disini dengan beberapa kalimat yang menggambarkan gambar slide yang anda pasang, edit slide ini melalui edit HTML template.

Minggu, 10 September 2017

Pernikahan Suamiku

Pernikahan Suamiku

Hiruk pikuk kesibukan di rumahku menyambut kedatangan sepasang pengantin baru yang akan kami sambut dengan sederhana. Segala keperluan yang dibutuhkan kupersiapkan sendiri. Mulai dari tempat, kursi pengantin sampai jamuan makan. Pengantin wanita yang sangat cantik dengan hidungnya yang mancung selalu hadir di mataku. "Pasti mereka sangat bahagia saat hadir disini esok lusa." Pikirku dalam hati.
Baju pengantin perempuan yang sudah kusiapkan dengan desain elegan warna putih telah selesai kubuat. Semua kusiapkan sendiri. Ah, meski dia adalah maduku tetapi aku senang melihatnya bahagia. Aku belum mengenalnya dekat, aku juga tidak pernah tahu kapan mereka mulai berkenalan. Semua sudah terjadi dan tidak ada pilihan lain selain ikut bahagia.
Keringat mulai bercucuran, tak terasa seharian aku sibuk menyiapkan semua sendiri. Kulihat beberapa saudara dan tetangga mulai berbisik-bisik. Mereka melihatku dengan tatapan aneh. Aku tak perduli dengan tatapan mereka. Semua harus berjalan dengan baik.
"Ini hari bahagia kami berdua." Status medsos suamiku dengan memeluk mesra maduku. Ada sedikit rasa cemburu mulai menggodaku. Mulai muncul perasaan-perasaan sakit hinggap di hatiku. Seumur hidupku belum pernah aku diperlakukan demikian olehnya, apalagi dipamerkan di medsos. Akankah dia tidak pernah mencintaiku sejak awal? "Ah, setan mulai menguasaiku."
Kubereskan kain-kain bahan membuat baju yang telah tak terpakai. Kutata rapi kembali di sudut ruang rumahku.
"Mbak, serius kamu bisa menerima kehadirannya di rumah ini, sekuat itukan hatimu?" Perkataan adikku membuatku sedikit mengernyitkan dahi.
Benarkah aku sekuat itu, bisakah aku menerima kenyataan yang mungkin lebih condong ke dia daripada aku? Hatiku mulai dipenuhi rasa-rasa yang mempengaruhiku.
Iseng-iseng ku buka medsos suamiku, Ya Allah, deg rasa hatiku. Bulir-bulir air mata mulai luruh membuat basah mataku. Kemesraan yang dipamerkan di medsos sungguh membuatku cemburu. Kemesraan yang tak pernah diberikan padaku meski sekedar menggandeng tanganku. Benarkah selama ini tak pernah ada cinta untukku? Lalu, mengapa dulu dia menikahi aku?
Banyak pertanyaan muncul di hatiku. Tetapi, aku terlanjur mencintainya, menerima kelebihan dan kekurangannya. Bukan kemesraan yang aku pertanyakan, tetapi perasaanmu kepadaku.
Aku mulai goyah, rapuh pertahananku. Semua terasa tak indah lagi. Gaun pengantin yang kemarin kubuat dengan senyum sekarang berubah menakutkan. Perasaanku mulai tercabik, aku tak kuasa menahan rasa cemburu ini. Mengapa kau tampakkan kemesraanmu di depan semua orang? Mengapa kau tak menjaga perasaanku. Andai kau menjaga sedikit saja perasaanku, aku ikhlas menerimanya. Tapi, kau merubah keikhlasanku menjadi sebuah luka di hatiku. Kurelakan ada wanita lain di hatimu. Tetapi aku ingin perlakuan yang sama. Aku tidak pernah mengingkari Al-Qur'an tentang diperbolehkan poligami. Tetapi, bukankah harus berlaku adil?
Aku yang mulai menjadi penonton kemesraanmu, mulai tak dapat menahan sakit dalam hati. Kutumpahkan semua isi hatiku ke kakak. Dengan penuh kasih sayang, kakakku mendengarkan semua keluhanku. Tentang perasaan tidak adil, tentang rasa cemburu, tentang semua sikapmu yang jauh berbeda.
Kubiarkan tangisku meledak tak terkendali . Kulihat kakak hanya diam, semua sudah terjadi.
Kulihat wajah anakku yang polos tak mengerti apa yang sedang terjadi. Tak ada salahnya aku menyampaikan perasaanku kepadanya. Berharap dia bisa menjaga perasaanku sehingga kami bisa hidup berdampingan dengan damai.
"Selamat ya atas pernikahannya, semoga sakinah, mawadah warahmah."
Tak ada jawaban meski chat yang kukirim di wathsappnya telah dibaca. Mungkin dia sibuk mempersiapkan acara besok pagi. Mulai kuhibur diriku sendiri.
"Maaf mas, aku ikhlas mas menikah dengannya. Tetapi ada sedikit perasaan dalam hatiku yang membuatku bertanya-tanya. Mas, sangat mesra dengannya, dan sangat kelihatan rasa sayang mas kepadanya. Aku senang. Tetapi, ini sangat jauh berbeda dengan sikap mas denganku. Mas, mencintaiku juga kan?"
"Siapkah kamu menjadi janda?"
Jawaban yang cukup membuat jantungku serasa berhenti sejenak. Detak jantungku semakin kencang, tanganku mulai tak berdaya tuk menuliskan kata-kata. Aku telah salah sangka kepadamu.
"Ibu, maaf saya suntikkan antibiotik ya?" Suara perawat membangunkanku dari tidur. Ternyata aku hanya bermimpi. Syukurlah hanya mimpi dan semoga tak pernah terjadi.

Minggu, 03 September 2017

Mentari tenggelam di balik Merapi
Tiga bocah kecil menggelayuti
Menyusuri sawah yang mulai sunyi
Burungpun sembunyi di balik batang padi
Mulut mungil menyebut Asma Ilahi Robbi
Berharap ketenangan di dalam hati

Mentari benar-benar tenggelam
Kesunyian menyelimuti malam
Mata-mata kecil terpejam
Ditemani secercah lampu bohlam
Kini sunyi benar-benar mencekam

Jauh tetapi dekat
Dekat tetapi tersekat
Tak tersentuh tetapi terlihat
Tak bersanding tetapi lekat
Selalu muncul meski sekelebat

Sandingkan aku dalam doamu
Genggam angan dalam munajatmu
Rengkuh harapan dalam khusukmu
Merenda harapan-harapan dalam tengadahmu
Tenggelamkan cita akhirat dan dunia dalam sujudmu
Sampaikan rinduku dalam dialogmu
Tunaikan tugasmu
Hanya karena Allah
Lepas semua beban beratmu
Berserahlah kepada Sang Maha Pencipta