Kamis, 02 Maret 2017

Lelaki Paruh Baya Berkursi Roda

Rutinitas pagi hari yang sangat ribet dan pengen cepat-cepat agar tidak terlambat sampai di madrasah. Si bungsu yang suka lelet di pagi hari sering membuatku tidak sabar dan uring-uringan. Bagaimana tidak, mandi saja butuh waktu lebih dari 15 menit, apalagi ketika sarapan lamanya luar biasa sampai 30 menit kalau tidak ingatkan terus. Ayo mandinya cepat! Ayo makannya cepat! Kalimat itu entah berapa kali aku ucapkan setiap pagi.
Si bungsu sekolah di madrasah suamiku, tetapi ketika suami ada acara aku harus mengantar si bungsu ke madrasah. Tidak jauh dari rumah, tetapi berlawanan arah dengan madrasahku, sehingga butuh waktu dua kali lipat agar aku tidak terlambat. Ada hal yang mungkin tidak menarik bagi orang lain, tetapi sangat berkesan bagiku. Setiap aku mengantar si bungsu ke madrasah di sebuah rumah dekat sawah desa kami, ada lelaki paruh baya berkursi roda yang sedang berjemur. Laki-laki itu aku kenal karena dia saudara suamiku, tetapi dia tidak mengenalku. 

Lelaki paruh baya berkursi roda itu sedang diuji sakit stroke sehingga tidak dapat berjalan. Istrinya dengan sabar membawanya ke tepi sawah untuk berjemur. Setiap aku berpapasan dengannya selalu kusapa dengan senyum. Setiap mendengar sapaanku, raut wajah selalu memperlihatkan heran terhadapku. Aku tahu mengapa begitu, karena dia tidak mengenalku. Tetapi itu tidak masalah bagiku, sudah kewajibanku menyapanya, entah aku kenal atau tidak.
Pagi ini, aku sangat terburu-buru karena kesiangan. Si bungsu harus segera diantar ke madrasah. Dengan sepeda bututku, ku pacu dengan cepat melewati jalan becek, berlumpur, banyak lobang, dan genangan air. Jalan di desaku benar-benar sudah parah, tetapi siapa yang akan memperbaiki jalan di desa yang jauh dari sorotan publik. Ketika konsentrasiku sibuk dengan jalan, tiba-tiba ku lihat lambaian tangan lelaki paruh baya berkursi roda itu tetapi terlambat kusadari. Aku hanya sempat mengangguk dan tersenyum tak sempat tuk berkata-kata karena jalan di depanku berlumpur dan berbahaya jika aku menoleh kepadanya.
Oh, alangkah senangnya hatiku ketika disapanya, meski belum diketahui bahwa kami bersaudara, setidaknya dia mengenalku sebagai wanita yang selalu menyapanya dan tersenyum padanya setiap melewati depannya. Cepat sembuh ya pak, semoga suatu saat kursi roda itu bisa lepas dari tubuh bapak. Semoga kakimu dapat membawamu jalan-jalan ke tepi sawah yang selalu hijau.

0 komentar:

Posting Komentar